JANGAN BOSAN DENGANKU
Jangan pergi dariku…
Jangan kau siakan kulit putihku…
Sentuhlah lagi aku…
Nikmatuilah semua kenikmatan
Yang kusuguhkan untuk dirimu
Jangan bosan…
Jangan kata itu kau ucapkan
Karena…
Bosanmu hanya boleh terucap saat diriku
Tak mampu lagi melayanimu
Tak sanggup lagi berikan kenikmatan baru
Seperti itulah mungkin protes buku-buku pelajaran kepada kita semua yang menyatakan bosan.
BOSAN ? BENARKAH ?
Bosan, muak atau jemu adalah satu keluarga yang kerap kalimeracuni niat dan itikad. Hanya saja, ironisnya bosan menempel dengan begitu mudahnya pada jidat kita yang sok cemerlang penuj keilmuan. Padahal kita cuma baca, baca, baca dan baca. Lalu kenapa bias puas ???
Bosan adalah perasaan yang menghentikan suatu proses di mana biasanya kepuasan sudah benar-benar dirasakan.
Bagi seorang petani miskin,”kangkung” begitu akrab dengan lidah dan perut. Makanya kadang dalam waktu tertentu pak petani minta ganti telur atau ikan dengan alasan bosan. Kejadian sepeti demikian ini, sedikit banyak bias dimaklumi dan dianggap wajar, walaupun tetap aja sebenarnya itu salah. Bukan peralihan dan pergantiannya yang salah, yang salah adalah alasannya. Kalau mencoba yang baru bolehlah… tapi ya itu, menurut saya kurang baik kalau dengan alasan bosan.
Harusnya apa yang kita rasakan tetap kita pegangi. Jangan lepaskan buku kalau belum paham. Yah… anggaplah buku pelajaran, pulpen, pensil, penggaris dan semua alat perangkat keilmuan sebagai nasi. Dengan begitu tak ada lagi alasan bosan. Walaupun ada, saya yakin nasi akan tetap nasi yang menjadi makanan kehidupan.
So, mari kita konsomsi imu sebagaimana kita mengkonsumsi nasi.
Secara dengan penuh kesadaran, pastilah seluruh manusia setuju dan ingin menjadi manusia yang terbaik tampil di alam jagat, menjadi manusia yang istiqomah, disiplin dan pantang bosan.
Lalu APA SEBABNYA?
Di manapun manusia hidup, sudah barang tentu lingkungannya sangat berpengaruh bagi oerkembangannya secara pisik dan psikis. Seorang yang pemalas bisa berubah 180 drajat menjadi rajin. Begitu pula sebaliknya, yang rajin bisa pula berubah 180 drajat menjadi manusia malas.
Lingkungan sekitar yang berkomunitas warga-warga yuang baik, sering berjamaah pengajian, kerja bakti dan lain-lain akan mampu membawa warga baru ikut dalam segala aktifitas kemasyarakatan. Awal-awalnya mungkin saja ikut karena malu, tapi lama-kelamaan tanpa terasa kegiatan itu menjadi agenda harian, menjadi kepribadian dan akhirnya menjadi kebutuhan.
HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN?
Hubungannya sangat erat sekali. Karena pendidikan tidak bisa juga lepas dari pengaruh lingkungan yang dalam pemdidikan ini berupa lingkungan masyarakat kecil bagi sesame siswa pencari ilimu pengetahuan dimana pasti banyak sekali kepribadian-kepribadian yang berbeda. Oleh karena itu, demi menciptakan siswa berkpribadian yang baik dan rajin perlu adanya usaha sedini mungkin dengan penyeleksian dengan siapa sebaiknya bergaul.
SEBAB UTAMA
Dari faktor lingkunagan kemudian beralih pada faktor pergaulan. Dan akhirnya, untuk membentuk pribadi pengkonsumsi ilmu jeloas amat teramat sangat penting yang namanya pengontrolan diri sendiri. Sebab sekuat apapun pengaruh lingkungan dan pergaulan, tidak sekuat pengaruh yang ada dalam potensi diri. Terlebih dalam pembahasan sekarang ini “Bosan sebagai masalah belajar”. Hanya kita sendiri yang tahu manisnya permen yang dirasakan lidah. Begitu pula dengan keilmuan, hanya kita sendiri yang tahu sebatas mana kita mendapatkan ilmu, sebatas apa menikmatan ilmu. Dengan demikian kita sendirilah yang bisa tahu sebenarnya ke-bosan-an kita itu benar-benar “bosan” atau “malas” yang menyerupai bosan.
Karena perlu sekali diingat bahwa :
Bosan sebelum merasa kenikmatan itu adalah sebenarnya wujud dari rasa malas.
SOLUSINYA?
Sebenarnya tidak terlalu sulit, dan pasti kita bisa. Tinggal mau atau tidak. Ketika kita meyatakan bosan belajar, maka ada baiknya kita introspeksi dan evaluasi diri.
Tanyakan diri anda sendiri, sudahkah ilmu didapat?, seberapa banyak?, lalu puaskan dengan pendapatan itu?, atau jangan-jangan kita Cuma mampu baca, baca, dan baca tanpa ada pemahaman mendalam?.
Dan setelah itu, lakukan solusi seterusnya dengan menjadikan Ilmu Itu Nasi.
Sekarang saya mengajak, mari kita tebak siapa diri kita.