Kamis, 26 Februari 2009

ILMU ITU NASI

JANGAN BOSAN DENGANKU


Jangan pergi dariku…

Jangan kau siakan kulit putihku…

Sentuhlah lagi aku…

Nikmatuilah semua kenikmatan

Yang kusuguhkan untuk dirimu

Jangan bosan…

Jangan kata itu kau ucapkan

Karena…

Bosanmu hanya boleh terucap saat diriku

Tak mampu lagi melayanimu

Tak sanggup lagi berikan kenikmatan baru

Seperti itulah mungkin protes buku-buku pelajaran kepada kita semua yang menyatakan bosan.


BOSAN ? BENARKAH ?

Bosan, muak atau jemu adalah satu keluarga yang kerap kalimeracuni niat dan itikad. Hanya saja, ironisnya bosan menempel dengan begitu mudahnya pada jidat kita yang sok cemerlang penuj keilmuan. Padahal kita cuma baca, baca, baca dan baca. Lalu kenapa bias puas ???

Bosan adalah perasaan yang menghentikan suatu proses di mana biasanya kepuasan sudah benar-benar dirasakan.

Bagi seorang petani miskin,”kangkung” begitu akrab dengan lidah dan perut. Makanya kadang dalam waktu tertentu pak petani minta ganti telur atau ikan dengan alasan bosan. Kejadian sepeti demikian ini, sedikit banyak bias dimaklumi dan dianggap wajar, walaupun tetap aja sebenarnya itu salah. Bukan peralihan dan pergantiannya yang salah, yang salah adalah alasannya. Kalau mencoba yang baru bolehlah… tapi ya itu, menurut saya kurang baik kalau dengan alasan bosan.

Harusnya apa yang kita rasakan tetap kita pegangi. Jangan lepaskan buku kalau belum paham. Yah… anggaplah buku pelajaran, pulpen, pensil, penggaris dan semua alat perangkat keilmuan sebagai nasi. Dengan begitu tak ada lagi alasan bosan. Walaupun ada, saya yakin nasi akan tetap nasi yang menjadi makanan kehidupan.

So, mari kita konsomsi imu sebagaimana kita mengkonsumsi nasi.

Secara dengan penuh kesadaran, pastilah seluruh manusia setuju dan ingin menjadi manusia yang terbaik tampil di alam jagat, menjadi manusia yang istiqomah, disiplin dan pantang bosan.


Lalu APA SEBABNYA?

Di manapun manusia hidup, sudah barang tentu lingkungannya sangat berpengaruh bagi oerkembangannya secara pisik dan psikis. Seorang yang pemalas bisa berubah 180 drajat menjadi rajin. Begitu pula sebaliknya, yang rajin bisa pula berubah 180 drajat menjadi manusia malas.

Lingkungan sekitar yang berkomunitas warga-warga yuang baik, sering berjamaah pengajian, kerja bakti dan lain-lain akan mampu membawa warga baru ikut dalam segala aktifitas kemasyarakatan. Awal-awalnya mungkin saja ikut karena malu, tapi lama-kelamaan tanpa terasa kegiatan itu menjadi agenda harian, menjadi kepribadian dan akhirnya menjadi kebutuhan.


HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN?

Hubungannya sangat erat sekali. Karena pendidikan tidak bisa juga lepas dari pengaruh lingkungan yang dalam pemdidikan ini berupa lingkungan masyarakat kecil bagi sesame siswa pencari ilimu pengetahuan dimana pasti banyak sekali kepribadian-kepribadian yang berbeda. Oleh karena itu, demi menciptakan siswa berkpribadian yang baik dan rajin perlu adanya usaha sedini mungkin dengan penyeleksian dengan siapa sebaiknya bergaul.


SEBAB UTAMA

Dari faktor lingkunagan kemudian beralih pada faktor pergaulan. Dan akhirnya, untuk membentuk pribadi pengkonsumsi ilmu jeloas amat teramat sangat penting yang namanya pengontrolan diri sendiri. Sebab sekuat apapun pengaruh lingkungan dan pergaulan, tidak sekuat pengaruh yang ada dalam potensi diri. Terlebih dalam pembahasan sekarang ini “Bosan sebagai masalah belajar”. Hanya kita sendiri yang tahu manisnya permen yang dirasakan lidah. Begitu pula dengan keilmuan, hanya kita sendiri yang tahu sebatas mana kita mendapatkan ilmu, sebatas apa menikmatan ilmu. Dengan demikian kita sendirilah yang bisa tahu sebenarnya ke-bosan-an kita itu benar-benar “bosan” atau “malas” yang menyerupai bosan.

Karena perlu sekali diingat bahwa :

Bosan sebelum merasa kenikmatan itu adalah sebenarnya wujud dari rasa malas.


SOLUSINYA?

Sebenarnya tidak terlalu sulit, dan pasti kita bisa. Tinggal mau atau tidak. Ketika kita meyatakan bosan belajar, maka ada baiknya kita introspeksi dan evaluasi diri.

Tanyakan diri anda sendiri, sudahkah ilmu didapat?, seberapa banyak?, lalu puaskan dengan pendapatan itu?, atau jangan-jangan kita Cuma mampu baca, baca, dan baca tanpa ada pemahaman mendalam?.

Dan setelah itu, lakukan solusi seterusnya dengan menjadikan Ilmu Itu Nasi.

Sekarang saya mengajak, mari kita tebak siapa diri kita.

Selasa, 24 Februari 2009

ISLAM POLITIK

Kata "politik" berasal dari bahasa Yunani politicos atau Latin politicus yang berarti "berhubungan dengan warga" (relating to citizen). Kedua kata tersebut berakar pada kata polis yang bermakna "kota". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "politik" diartikan sebagai "segala urusan atau tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain"; "kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menanga­ni suatu masalah)".

Ayat keempat surat al-Fatihah mengandung pelajaran politik. Di surat al-Fatikhah Allah disebut dengan maliki yaumid-diin (Penguasa hari pembalasan) dan di surat an-Naas Dia disebut dengan malikin-naas (Penguasa manusia). Dalam dzikir sesudah shalat, Allah juga sering disebut dengan al-Malikul Haqqul-Mubiin (Raja yang benar-benar nyata). Hal ini berarti bahwa Allah adalah Penguasa segalanya, sumber kekuasaan, dan pemilik segala kekuasaan. Kekuasaan atau jabatan manusia hakekatnya hanya milik Allah semata, bukan milik manusia.

Allah berfirman, yang artinya, “Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS al-Imran 3:26)

Al-Mawardi (975 – 1059 M), lengkapnya Abu Hasan Ali bin Habib al-Mawardi al-Bashri, adalah seorang pemikir Islam yang pernah menjadi pejabat tinggi pada masa pemerintahan Abasiyah. Dia menulis buku politik berjudul al-Ahkaam al-Sulthaniah (peraturan pemerintahan) dan Qawanin al-Wuzarah, Siyasah al-Malik (ketentuan kewaziran / kementrian, politik raja). Menurut Dia manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sendirian tetapi dia harus bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Dia menyatakan bahwa lahirnya suatu negara merupakan hajat ummat manusia untuk mencukupi kebutuhan mereka bersama sehingga harus saling membantu dan saling terikat. Menurut al-Mawardi, hidup bernegara harus memenuhi enam sendi utama, yaitu, agama yang dihayati dan diamalkan, penguasa yang berwibawa, keadilan yang menyeluruh, keamanan yang merata, kesuburan tanah yang berkesinambungan, dan harapan kelangsungan hidup.

Sendi pertama dalam hidup bernegara adalah warganya harus benar-benar menghayati, memahami, dan mengamalkan ajaran agama. Agama diperlukan untuk mengendalikan hawa nafsu, menyebarkan ketenangan, kedamaian serta kasih sayang, dan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Agamalah yang mengajarkan manusia tentang kebaikan, kebenaran, kedamaian, keadilan, dan kasih sayang. Sendi ini merupakan sendi yang terkuat untuk mewujudkan kebaikan suatu negara.

Sendi kedua ialah penguasa yang berwibawa. Penguasa yang berwibawa adalah penguasa yang bersih, lahir-batin, spiritual-material. Dia dikenal umum sebagai orang yang baik, bersih dari segala bentuk kemaksiatan dan penyelewengan jabatan. Kewibawaan dapat menjaga nama baik, melindungi kehormatan serta kekayaan negara, mempersatukan aspirasi yang berbeda-beda, dan memunculkan keberanian karena benar.

Sendi ketiga adalah keadilan yang menyeluruh, yaitu keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh warga bangsa. Keadilan mencakup seluruh aspek kehidupan seperti keadilan ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Sikap adil harus dimulai dari diri sendiri baru kemudian ke orang lain. Keadilan pada diri sendiri tercermin pada sikap senang mengerjakan semua perbuatan yang baik dan enggan melakukan perbuatan yang keji, dan dalam segala hal tidak melampaui batas. Keadilan kepada orang lain meliputi keadilan terhadap bawahan, atasan, dan setingkat.

Sendi keempat yaitu keamanan yang merata. Keamanan harus merata di seluruh daerah penjuru negeri. Keadilan yang menyeluruh melahirkan keamanan yang merata sehingga rakyat dapat hidup tenang (damai), tidak ada ketakutan, dan berkembang inisiatif serta kreasinya. Negara harus dihindarkan dari kekacauan, keresahan, perang, dan konflik berkepanjangan.

Sendi kelima ialah kesuburan tanah yang berkesinambungan. Hal ini juga berarti kekayaan alam yang terjaga dengan baik dan digunakan untuk kelangsungan hidup semua warga bangsa secara adil. Kekayaan alam tidak digadaikan atau dijual ke negara lain. Dengan demikian, ketersediaan pangan benar-benar terjamin, tidak selalu harus mengimpor pangan sehingga merugikan petani.

Sendi keenam adalah harapan kelangsungan hidup. Hal ini meliputi kelangsungan hidup bangsa secara umum dan kelangsungan hidup rakyat khususnya. Pembinaan generasi muda menjadi sangat penting untuk kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan ekonomi yang kuat mendukung kelangsungan hidup rakyat. Sistem pendidikan yang tertata baik menjadi kelangsungan hidup bangsa dan warganya.

Pada tanggal 15-17 Oktober 2008 di Jepang, Japan International Institute of International Affairs (JIIA) mengadakan simposium tentang Islam in Asia, Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam. Acara ini khusus untuk menyoroti fenomena bergeliatnya politik umat Islam di Asia, pasca peristiwa dramatis 11 september 2001. DR. Hamid Fahmy Zarkasyi, Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), putra pimpinan Pondok Modern Gontor, menghadiri simposium tersebut sebagai wakil dari Indonesia.

Berkaitan dengan Islam politik, khususnya tentang gerakan politik umat Islam, beliau memberi beberapa catatan sebagai berikut:

  1. Masalah yang mendasar sebelum mengkaji gerakan politik Islam adalah meninjau hubungan konseptual demokrasi, sekularisme dan Islam. Bagi Dr. Syed Ali Tawfik al-Attas, istilah demokrasi dan juga sekularisme yang kini mulai dipertanyakan sebagai standar kehidupan politik modern, sebenarnya membingungkan ketika harus didefinisikan. Sebab definisi pun tergantung kepada cara pandang masing-masing ilmuwan. Namun, kajian serius tentang kedua prinsip itu ujung-ujungnya adalah kebebasan dan keadilan, kesimpulan yang sama ketika orang mengkaji politik Islam, meskipun dalam pengertian yang berbeda. Namun ini tidak berarti bahwa sistem demokrasi Barat sepenuhnya sesuai dengan Islam, ungkapnya.
  2. Dr. Azzam Tamimi, Direktur London Based Institute of Islamic Political Thought (IIPT), London, dan Dr.Sohail Mahmud, Dekan Fakultas Politik dan Hubungan Internasional di International Islamic University Islamabad Pakistan sependapat bahwa prinsip-prinsip demokrasi telah terdapat dalam politik Islam. Bahkan menurut Tamimi Barat telah memodifikasi sistim shura dalam Islam menjadi demokrasi. Hanya saja jika Syed Ali Tawfik mempersoalkan teori demokrasi Barat, Sohail memandang bahwa praktek teori demokrasi ini dalam sejarahnya selalu saja bermasalah, sehingga tidak heran jika diantara umat Islam ada yang menerima dan ada yang menolak.
  3. Bagi Syed Ali, sekularisme adalah produk worldview Barat yang tidak cocok dengan Islam sama sekali. Sebab worldview Barat dan Islam kenyataannya memang sangat berbeda. Menurut Sohail sekularisme di Barat digunakan untuk memisahkan negara dari otoritas agama, tujuannya agar kedamaian dapat dipertahankan dalam masyarakat yang plural. Dengan menganut sekularisme juga kewargaan Negara tidak ditentukan oleh agama dan kepercayaan, tapi tergantung kepada hak dan kewajiban masing-masing warganegara. Namun, kenyataannya di negara-negara Islam sekularisme dipahami sebagai anti-agama dan anti-Islam. Mensitir Fazlurrahman, bagi Sohail sekularisme adalah “kutukan modernitas” yang menghancurkan universalitas dan kesucian semua nilai moralitas. Jadi sekularisme adalah bersifat atheistik.
  4. Tamimi juga melihat sekularisme sebagai pembebasan politik dari otoritas agama. Kolonialis berperan sangat besar dalam menyebarkan sekularisme ini. Sebab dengan konsep ini mereka dapat memarginalkan Islam atau menyingkirkan Islam dari proses restrukturisasi masyarakat pada masa kolonial dan paska kemerdekaan. Muslim yang terpengaruh oleh ide ini jelas berpandangan bahwa agar maju, Muslim harus mengikuti Kristen. Muslim harus membatasi dirinya pada masalah-masalah spiritiualitas dan kehidupan pribadi saja. Mereka juga beralasan jika Islam dikaitkan dengan masalah sosial dan politik ia akan bertentangan dengan sains dan teknologi. Padahal, lanjut Tamimi, kajian mutakhir menunjukkan bahwa sains dan teknologi Barat bagi Muslim hanyalah bagian dari ilmu dan amal yang dapat dipelajari dan digunakan tanpa harus menghilangkan identitas keagamaan mereka.

Senin, 02 Februari 2009

PELENCENGAN TEKNOLOGI

Beruntungkah manusia dengan aksi-aksi yang disuguhkan ilmu pengetahuan dan teknologi? Jawabnya ya. Tentu saja, karena memang ilmu pengetahuan ada dan harus bisa diadakan untuk menghasilkan berbagai macam jawaban kehidupan. Tuhan sendiri menganjurkan manusia agar senantiasa membekali diri dengan pengetahuan luas demi tertatanya kehidupan sebagai mana manusia diciptakan sebagai khalifah yang menjadi penjaga alam ini. Dengan adanya ilmu pengetahuan yang terus berkembang manusia telah dapat melakukan segala sesuatunya dengan mudah berkat teknologi sebagai hasil karya ilmu pengetahuan. Kita tahu bahwa orang-orang tua kita dulu kesusahan untuk melaksan ibadah semisal haji. Orang-orang tua kita dulu hanya bermodal keimanan dan keberanian dalam menempuh perjalanan jauh ke Makah melalui perairan, melawan terjangan ombak, badai, meniggalkan kekasih-kekasihnya yang dicintai hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sekarang, kita tidak akan lagi merasakan ketakutan apalagi mabuk laut. Karena zaman sudah berubah, jarak yang jauh cukup ditempuh tidak lebih dari 12 jam. Bisa kita bayangkan bagaimana misalnya jika keimanan orang-orang terdahulu kita kita miliki, ditambah dengan keberanian berkreasi orang-orang zaman sekarang ini dan kecerdasannya. Sungguh indah rasanya, tapi kapan dan mungkinkah?

Dari sepintas uraian di atas bisa kita simpulkan betapa keindahan itu sulit untuk kita dapatkan mengingat kita lebih cerdas dari orang terdahulu tapi kalah dan sangat kalah tebal keimannya dibanding mereka-mereka. Artinya apa? Artinya bahwa ilmu pengetahuan sebagai ibu teknologi seharusnya terlebih dahulu meng-inang-kan dirinya pada moral dan kekentalan religius.

Banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari di setiap sudut jalanan banyak sekelompok remaja yang kerjaannya kongkow dan dengan peresapan nikmatnya dengan lantunan gitar-gitar mereka yang menurut penulis fals.

Belum lagi malam hari, di jalanan banyak dijumpai kalangan remaja putri yang menjadi kalong, bermain malam hari tanpa mengenal waktu kapan harus pulang. Dan sepertinya keadaan ini diperparah lagi dengan sikap orang tua yang acuh tak acuh, kurang tegas dalam menyikapi tingkah anak-anaknya. Indikasi ini menunjukkan bahwa kita telah terlena oleh pemanjaan teknologi. Musik bukan lagi sebagai sekadar hiburan pribadi, lebih dari itu, musik sudah benar-benar menjamur ditelinga dan pikiran para remaja juga orang dewasa, menimpang dan menghilangkan gema-gema ayat-ayat al-Quran yang sebenarnya lebih menyejukkan. Keadaan ini diperparah lagi dengan keikut sertaan para orang tua yang membebaskan anaknya memilih jalan kehidupannya sendiri tanpa membekali sang anak dengan nilai-nilai moral.

Selain itu teknologi ikut juga mempengaruhi kegiatan-kegiatan tanpa makna para remaja. Pengusaha cellular misalnya, baik Indosat, Telkomsel dan lain-lainnya, begitu banyak promosi-promosi ngobrol gratis (free talk) yang jadwalnya di sekitar malam hari. Ini tentu saja dimanfaatkan oleh para remaja yang secara psikologis memang senang bergaul, menambah kawan sebanyak-banyaknya. Akibatnya, para remaja benar-benar menjadi kalong sejati, bergadang, dan berimbas kelelahan disebabkan rasa kantuk di siang hari. Lalu, kapan ada waktu bekerja dan belajar dengan kesiapan jasmani yang sehat?! Bayangkan, jika satu daerah para remaja bergadang, bagaimana jika dua daerah? Bagaimana pula jika seperti itu berlangsung dalam setiap daerah di Negara ini?! Tidak bisa kita bayangkan berapa banyak pelajar dan pekerja ulet kita yang terancam rasa kantuk di sekolah dan di tempatnya mencari kehidupan? Ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya merupakan salah satu jalan yang Tuhan berikan untuk keberlangsungan kita para manusia sebagai khalifah di bumi dalam mengelola alam dan menata kehidupan. Dikatakan berhasil mungkin cukup dikatakan berhasil, melihat sudah banyak sekali terlihat manusia-manusia cerdas berpengetahuan luas, tapi itu percuma jika tidak berlandaskan nilai moral dan akhlak al-karimah, melihat banyak pula dampak-dampak negatif yang bermunculan dari mereka manusia-manusia brilian. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan harus selalu berdampingan dengan nilai keimanan demi menjaga fungsi asli ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penjawab permasalahan kehidupan agar tidak malah menjadi sumber permasalahan dan menyampingkan nilai-nilai kemanusiaan.