Setelah meinggalnya Shahabat keempat Ali ibn Abi Thalib pada tanggal 20 Ramadhan 40 H akibat ditikam oleh Ibnu Muljam, yang merupakan salah satu dari pengikut Khawarij, kedudukan kekhalifah kemudian dialihkan pada putranya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun sayangnya Hasan terlalu lemah sedangkan Muawiyah semakin berpengaruh, Ali mengambil inisiatif untuk membuat perjanjian damai dengan Muayiyah. Perjanjian itu memang berhasil mempersatukan kembali umat Islam dalam suatu kepemimpinan politik di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan, tapi di sisi lain perjanjian itu menyebabkan peralihan sistem kekhalifahan, yang sebenarnya merupakan pengingkaran terhadap perjanjian yang dibuatnya bersama hasan ibn Ali, dimana salah satu isi perjanjian itu adalah menyerahkan sepenuhnya masalah kepemimpinan kepada rakyat.
Muawiyah berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang sering kita kenal khulafa al-rasyidin, ia tidak lagi menggunakan sistem musyawarah dalam menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin, melainkan beralih pada sistem kerajaan yang kekuasaannya digariskan secara turun temurun. Dalam sejarah, sikap muawiyah ini nyata ketika Muawiyah menyerukan kepada seluruh rakyat untuk wajib tunduk setia kepada anaknya, Yazid. Dari kekuasaan secara turun-temurun inilah kemudain dikenal kekuasaan dengan ke-Bani-an yang dalam pada ini disebut Bani Umayyah. Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa khulafa al-rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam. Dan demikian itu juga maka tidaklah salah jika William Muir menyatakan: “The accession of Muawiyah of the throne of
Pemakain Umayyah sebagai bani-nya adalah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibn Abdi Syam ibn Abdi Manaf. Umayyah ibn Abdi Syam ini adalah seorang tokoh berpengaruh pada zaman Jahiliyyah. Pada zaman itu, Muawiyah bersaing ketat dengan pamannya sendiri, Hasyim dalam memperebutkan pengaruh dalam soal-soal sosial-politik khususnya kalangan Quraisy. Namun karena Muawiyah lebih kaya, sedangkan masa itu kekayaan adalah senjata ampuh untuk merebut perhatian maka Hasyim kalah saing dengan keponakannya ini yang sangat kaya-raya. Melihat dari sini saja sudah dapat dimaklumi kenapa Muawiyah menjadi pemimpin yang ahli di bidang ekonomi dengan dibuktikan keberhasilannya membangun perekonomian pemerintah di masa kekuasaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar